Fenomena Resistansi Antimikrob pada Campylobacter jejuni asal Unggas sebagai Ancaman bagi Kesehatan Manusia

Authors

  • Sheila Marty Yanestria Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Wijaya Kusuma Surabaya, Surabaya Author
  • Mustofa Helmi Effendi Departemen Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga, Surabaya Author
  • Wiwiek Tyasningsih Departemen Mikrobiologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga, Surabaya Author

Keywords:

Campylobacter jejuni, unggas, fluorokuinolon, kesehatan manusia, resistansi antimikrob

Abstract

Latar Belakang: Campylobacteriosis adalah salah satu penyakit zoonotik bawaan makanan (food-borne zoonotic disease) yang penting di dunia. Sebagian besar kasus campylobacteriosis pada manusia disebabkan oleh Campylobacter jejuni, dengan unggas dianggap sebagai reservoir utama. Penggunaan antibiotik yang meluas di peternakan unggas telah berkontribusi terhadap peningkatan resistansi antimikrob (antimicrobial resistance, AMR) pada C. jejuni.

Tujuan: Kajian literatur ini bertujuan untuk mengulas keberadaan kontaminasi bakteri Campylobacter jejuni pada unggas dan mengevaluasi resistansi antibiotik pada bakteri tersebut.

Hasil: Hasil penelitian di beberapa negara, termasuk Indonesia, menunjukkan bahwa C. jejuni asal unggas memiliki resistansi yang tinggi terhadap fluorokuinolon dan beta laktam. Fenomena ini unik karena pengobatan campylobacteriosis jarang dilakukan pada unggas di peternakan karena infeksinya dianggap tidak memengaruhi performa unggas. Unggas terpapar antibiotik pada saat pengobatan penyakit yang lain, seperti salmonellosis dan colibacillosis. Bakteri C. jejuni sebagai mikrobiota usus ikut terpapar antibiotik selama pengobatan, menyebabkan sifat resistansi. Kajian literatur menunjukkan terdapat asosiasi positif penggunaan fluorokuinolon dan beta-laktam di sektor perunggasan dengan peningkatan resistansi pada C. jejuni. Paparan intensif fluorokuinolon, seperti enrofloxacin, pada broiler menyebabkan C. jejuni bermutasi memiliki gen gyrA, gen penyandi resistansi fluorokuinolon. Resistansi C. jejuni yang tinggi terhadap fluorokuinolon berdampak pada kesehatan manusia karena fluorokuinolon merupakan antibiotik pilihan pertama untuk pengobatan penyakit diare, termasuk diare akibat campylobacteriosis. Paparan beta laktam, seperti ampicillin, menyebabkan C. jejuni bermutasi memiliki gen blaOXA-61, gen penyandi resistansi beta-laktam.

Simpulan: Informasi mengenai sifat resistansi pada C. jejuni dapat digunakan untuk mempertimbangkan terapi alternatif pada unggas dan meningkatkan kesadaran masyarakat (public awareness) tentang penggunaan antibiotik secara bijaksana di peternakan unggas.

 

Published

01-06-2024

Issue

Section

Presentasi Oral